Tak bias dipunngkiri bahwa sampai pada saat ini budaya manusia Indonesia sedang mengalami tekanan yang sangat berat. Manusia Indonesia dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan halangan untuk menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi “perluasan cara-cara sosial”. Dalam hal ini teknlogi informasi dan komunikasi yang masuk ke Indonedia baik secara langsung ataupun melalua media maya atau stasiun televisi turut merobah cara kebudayaan Indonesia tersebut baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini jelas terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke Barat-baratan “westernisasi”. Kita pernah saksikan tragedi yang kurang terpuji dari tingkah laku anak-anak kecil yang melakukan/meniru salah satu tayangan televisi kita sebut saja “smackdown” dari penomena tersebut jelas sekali sangat merugikan, secara calon generasi penerus bangsa harus cepat punah karena telah terkontaminasi oleh budaya luar yang kurang baik. Tak hanya anak kecil yang turut kena imbas dari era globalisasi saat ini, terlihat dengan seringnya remaja/i Indonesia keluar-masuk diskotik dan tempat hiburan malam lainnya berikut dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar seperti dijakarta. Namun tidak menutup kemungkinan prilaku seperti ini sudah merambah kekota-kota kecil bahkan sudah sampai pula ke pelosok-pelosok remaja desa. Bukan hal ini saja terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk kategori pelacuran dan ‘western’ dan meningkatnya tindakan criminal dari segi asusila. Hal ini tak lepas dari ketidak mampuan manusia Indonesia dalam beradaptasi sehingga masih bersikap ‘conform’ dan ‘latah’ terhadap kebudayaan asing yang melenyapkan inovasi dalam beradaptasi dengan budaya asing sehingga melahirkan bentuk akulturasi. Bila dikaji dengan teliti hal tersebut mungkin dikarenakan ciri-ciri manusia Indonesia lama yang masih melekat seperti percaya mitos dan mistik, sikap suka berpura-pura, percaya takhyul yang dimodifikasi, konsumerisme, suka meniru, rendahnya etos kerja dan lain sebagainya bisa jadi mengakibatkan terhambatnya akulturasi (percampuran dua/lebih kebudayaan yang dalam percampurannya masing-masing unsurnya lebih tampak). Sikap etnosentrime (kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan keunggulan/superioritas kebudayaannya sendiri dan sikap senosentrisme (sikap yang lebih menyenangi pandangan/produk asing) merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat terwujudnya kebudayaan nasional untuk kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.
Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, pengaruh media komunikasi seperti Televisi, radio, Internet sangat besar dampaknya dalam hal cara pandang manusia Indonesia terhadap ras. Sinetron-sinetron maupun film yang ditayangkan di Televisi dan bioskop yang memvisualisasikan dan mensosialisasikan gaya hidup ras eropa dan latin, turut mempengaruhi cara pandang manusia Indonesia terhadap budayanya sendiri. Sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan sosial dan sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih mengagung-agungkan memuja memuja ras tersebut berikut dengan gaya hidupnya dan menjadikannya sebagai kelompok acuan “umumnya oleh kaum perempuan” serta Pahlawan Super Hero “khususnya buat anak-anak” sehingga secara tak langsung mempengaruhi akal dan intelegensi, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam memajukan kebudayaannya sendiri.
Selain itu, pengaruh media komunikasi seperti Televisi, radio, Internet sangat besar dampaknya dalam hal cara pandang manusia Indonesia terhadap ras. Sinetron-sinetron maupun film yang ditayangkan di Televisi dan bioskop yang memvisualisasikan dan mensosialisasikan gaya hidup ras eropa dan latin, turut mempengaruhi cara pandang manusia Indonesia terhadap budayanya sendiri. Sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan sosial dan sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih mengagung-agungkan memuja memuja ras tersebut berikut dengan gaya hidupnya dan menjadikannya sebagai kelompok acuan “umumnya oleh kaum perempuan” serta Pahlawan Super Hero “khususnya buat anak-anak” sehingga secara tak langsung mempengaruhi akal dan intelegensi, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam memajukan kebudayaannya sendiri.
Mari kita batasi hal-hal negatif akibat era globalisasi tersebut dan ambil nilai-nilai positif yang berguna bagi diri sendiri, agama, bangsa dan negara, mulai dari detik ini kita buka mata demi kemajuan ibu pertiwi dengan melestarikan nilai-nilai kebudayaan Negara kita sendiri. Menunjukan kepada orang luar, bahwa khas kebudayaan Negara kita lebih baik dibandingkan denagn semuanya. Kalau bukan kita sebagai generasi bangsa siapa lagi..kalau tidak diawali sekarang, mau kapan lagi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar