Laman

Minggu, 28 November 2010

Do’aku Habis Hanya Untuk Orang Dermawan


pengemis adalah pemandangan yang paling mencolok setiap kali saya  singgah dari suatu tempat ketempat lain, dari tahun ke tahun jumlah mereka bukannya berkurang malah semakin bertambah terutama di kota-kota besar. Dalam hati saya  bertanya tanya benarkah sudah tidak ada lagi lahan pekerjaan di kota ini ketimbang mengemis di jalan-jalan? apalagi kalau pengemis yang membawa anak balita, aduh bikin sesak didada. Ada lagi yang mengatasnamakan pesantren-pesantern dengan dandanan dan gaya seperti anak pesantren. Padahal sepengetahuan saya yang didapat dari beberapa sumber “orang yang pernah mengalami hidup di pesantren” mereka menuturkan bahwa tak pernah ada dari pihak pesantren membuat proposal untuk mengemis dijalanan. Ini jelas hanya kedok belaka bagi sekelompok orang pemalas, namun tu hak asasi mereka mau mencari uang dengan cara apapun, namun yang membuat saya kurang setuju adalah kedok yang mereka pakai itu..itu sama saja dengan merendahkan kualitas dan cara pandang masyarakat terhadap agama itu sendiri.
Kakek dan bapak saya seorang angkatan dan wiraswasta memiliki sawah dan kebun sayuran yang luas dikampung ,namun sulit sekali mencari buruh untuk bekerja di sawah maupun di kebun miliknya, karena mereka sendiri tak bisa mengurusnya sebab sibuk dengan kerjaannya masing-masing, ironisnya ibu-ibu muda dan para generasi penerus bangsa lebih tergiur menjadi pengemis ke timbang bekerja di kebun dan di sawah, mungkin penghasilan sebagai pengemis lebih menggiurkan dari pada bekerja di sawah, namun menurut saya bekerja di sawah sebagai petani dan butani lebih tergormat ketimbang menjadi pengemis.
Setiap setelah atau bahkan sebelum masuk satuan acara perkuliahan, rutinitas sebagian besar anak mahasiswa adalah nongkong di pinggir jalan sambil minum kopi dan ngeroko dan ngemil atau cuman hanya untuk becanda saja. Entah apa untung nya yang kami lakukan padahal udah menyandang status mahasiwa, tapi masih berkelakuan seperti itu boleh dibilang kurang pantaslaaah bagi para mahasiswa masih melakukan hal seperti itu. Namun biarkanlah mungkin hanya untuk menghilangkan rasa bosen dan penat dalam menjalani pelajaran kuliah yang sedikit boleh dibilkang agak suram..hahahaaa..
ketika sedang dalam asik-asiknya becanda ria, dan pada saat kami berada di tempat tongkrongan itupun sudah ada beberapa orang, dari mulai nenek-nenek dan kakek-kakek, anak kecil, becong dan sejenis pengemis lainya datang bergantian meminta-minta kepada kami, dan kami pun memberikan sisa uang jajan kami secara bergantian pula dan saya pikir mereka layak untuk kami kasihani dilihat dari kondisi si pengemis. Kami melanjutkan aktivitas kurang penting itu..tiba- tiba datang seorang pengemis, seorang pemuda yang cukup kekar cuman tampak dekil akibat polusi kendaraan yang membuatnya kurang enak dipandang, ya jelas lah orang setiap hari keliling kota, meminta belas kasihan orang. Singkatnya saja pengemis itu menyanyikan sebuah lagu yang sama sekali tak enak untuk didengar dan kamipun sedikit merasa terganggu, setelah dia selesai menyanyi biasalah mengeluarkan akua gelas atau bekas bungkus permen, dan sangat disayangkan bukan rejekinya itu si pengemis tak ada sepeserpun yang ngasih uang, baik dari tempat tongkrongan kami maupun dari tongkrongan yang lain. Dengan sepontan si pengemis ngedumel dan mengeluarkan kata-kata yang cukup kasar sambil pergi menunggalkan kami.
wukakakaakk kami melongo melihat ulah sipemuda itu tadi… entah apa yang ada dalam hatinya, apakah sipemuda itu merasa kecewa karena tidak mendapatkan uang sepeserpun? entahlah !!! kamipun kompak tertawa terbahak-bahak melihat tingkah itu pengemis ketika si pengemis itu hilang dimakan jarak.
saya jadi bingung dengan orang itu, apa pemuda tadi  tidak sadar mengemis di jalan sama saja menurunkan harga dirinya? lalu apa yang ia sombongkan? karena saya melihat dengan kasat mata pemuda tadi tidak memiliki cacat sama sekali apa ia tidak merasa gengsi mengemis di jalan? Saya pribadi siy pilih-pilih dalam memberikan sesuatu pada pengemis. Dan menurut pandangan saya pribadi juga memang seharusnya kita  tidak memberi kepada pengemis yang masih muda dan tidak memiliki cacat sama sekali itu sama saja menumbuhkan mental pengemis terhadap diri mereka sendiri, membuat mereka malas dan tidak mau berusaha, terkecuali kita memberi kepada mereka yang benar benar cacat dan sudah renta dan pantas menerima uluran tangan dari kita. dan saya pikir dia bisa ko mencari pekerjaan yang lebih layak. Apa semua pengemis akan selamanya jadi pengemis karena mungkin doa yang dia panjatkan pada tuhan habis untuk orang-orang  yang telah memberikan uang recehan kepada dia, sampai-sampai dia sendiripun lupa dan tak sempat untuk mendoakan dirinya sendiri agar menjadi lebih baik.

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri


Ada satu ucapan Bung Karno yang pernah  saya baca dalam kumpulan Kata-kata mutiara Bung Karno yang saya temukan di Google disalah satu situs (tepatnya saya lupa), dan membaca beberapa tulisan pada kompasmania yang membuat saya berpikir akan kenyataan yang sebenarnya adalah, Siapa musuh Bangsa ini setelah Penjajah hengkang dari bumi Pertiwi ini ? dalam bacaan itu, bungkarno sempat berpidato dan ada sepenggal kata dari isi pidato itu yang membuat saya tercengang dan diat beeberapa saat untuk merenungkan isi dari kata itu pada saat meembacanya. Berikut adalah penggalan pidato soekarno pada saat itu, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno. Mungkin jika hanya selintasan saja kata ini boleh dibilang biasa-biasa saja, tapi coba dibaca kembali dan renungkan. Apa yang dapat anda simpulakan dan coba comparekan dengan keadaan bangsa kita saat ini.
Dari sabang sampai marauke terdiri dari 17.504 pulau dimana 3 dari 6 pulau ada di indonesia yaitu : Kalimantan merupakan pulau terbesar ke 3 di dunia dengan luas (539.460  km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2) dengan terdapat 740 suku bangsa/etnis dan memiliki 583 bahasa daerah serta sumber daya alamnya yang sangat melimpah. Namun semua kelebihan yang kita miliki hanyalah fakta belaka yang artinya segala kekayaan dan kelebihan kita belum bisa kita nikmati secara menyuluruh. Penduduk kita hampir 70% miskin kelaparan dimana mana, pengangguran dimana mana yang dapat menimbulkan krmiminalitas cobalah kita mari berfikir secara logika apa pantas negara yang mempunyai sumber daya emas terbanyak di dunia dengan kualitas nomor 1 dan memiliki produk pertanian nomor 1 di dunia hanya sebagai anak bawang yang hanya bisa dieskploitasi oleh pihak asing kita lihat saja freeport sudah hampir 50 tahun lebih negara asing mengeruk kekayaan emas di sana dan tak terhitung pula jumlah keuntungan  yang di dapat tapi kita hanya diam saja seperti orang yang tak punya mata dan telinga saya  acuh terhadap fakta yang ada sebenanrnya apa yang terjadi dengan negara kita marilah kita brfikir secara logika dan nalar yang sehat negara kita itu kaya marilah kita bangun masa depan negara ini dengan baik
Negeriku negeri makmur untuk para koruptor, mungkin saat ini saya bisa menilai beginilah negeriku dan kalaupun ada yang menyanggah itu hak pribadi masing masing tapi menurutku itulah gambaran negeriku saat ini. Di Indonesia inilah salah satu negara yang terlengkap untuk mendapatkan jenis koruptor segala jenis dan disegala lembaga pasti jenis parasit satu ini selalu bertengger dan bahayanya para parasit yang doyan makan uang haram ini selalu berwajah manis, bersorban, berpeci, bahkan sampai sampai turun kejalan jalan menyalami rakyat jelata dan membagi bagikan sembako layaknya pahlawan yang dermawan membantu rakyat jelata, dasar parasit munafik .
Kenapa kita harus menghadapi buruknya prilaku para pemimpin, sehingga kita harus melawan mereka layaknya melawan para penjajah ? kenapa kita harus menghadapi atau melawan bangsa sendiri, kenapa Bung Karno sudah memprediksikan hal ini jauh sebelum ini terjadi ? namun semuanya mengabaikan pesan dari presiden pertama kita itu, tak ada solusi semua terpulang pada Bangsa ini sendiri, haruskah kita melawan kedzoliman dengan berbuat kedzoliman juga, sehingga kita seperti bangsa yang sudah ditinggal peradaban. Geram rasanya membaca berita ternyata yang duduk dilembaga tinggi di negaraku ini hampir dikuasai oleh para parasit yang membahayakan.
Bangsa ini (kita) baru akan menghargai dan mempunyai rasa memiliki, ketika apa yang di punyainya sudah diakui atau diambil oleh negara lain (contohnya batik). Sekarang saya bertanya kepada anda yang membaca tulisan ini, kapan kita semua pernah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar..?? Kapan kita pernah bangga memakai pakaian tradisional kita diacara-acara resmi..?? Bukankah kita lebih menyukai dan memilih jas, untuk kita pakai..?? Tampaknya Indonesia sebagai sebuah negara belum menemukan bentuk kenegaraan sejatinya, cita-cita dan rasa kebangsaan yang satu, sehingga membuat bangsa ini hampir tidak mempunyai identitas. penyebab utamanya karena Indonesia berada ditangan parasit - parasit yang tamak yang doyan memakan uang rakyat, dan satu satunya cara supaya indonesia bisa menjadi negara makmur cuma satu berantas abis para koruptor tamak di negara ini. Kesalahan Bangsa Indonesia adalah karena tidak bersatu, mereka terpecah karena Partai yang mereka bela, mereka tidak ingin maju bersama. Rakyatnya tidak bersatu membangun Bangsa yang kuat Ekonomi dan harga dirinya.

Minggu, 21 November 2010

Perbedaan Antara Masyarakat Desa dan Kota


Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:  
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
Perilaku homogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
                                                      Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular                                    Individualisme
                 
      Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja[1].
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1)    jumlah dan kepadatan penduduk
2)    lingkungan hidup
3)    mata pencaharian
4)    corak kehidupan sosial
5)    stratifiksi sosial
6)    mobilitas sosial
7)    pola interaksi sosial
8)    solidaritas sosial
9)    kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional


[1] Rr. Tjahjani Busono, MS Barliana, dan Johar Maknun, Perubahan Sosial di Desa Asal Migran Tenaga Kerja Wanita, Hal. 2-3

Tekhnologi sebagai sarana prasarana sosialisasi dan interaksi yang dapat berimbas pada keseragaman gaya dan penampilan


Kajian mengenai peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di dalam kontribusinya memberikan dukungan kepada berbagai sektor kehidupan masyarakat berupa peningkatan efisiensi serta produktivitas sudah banyak disajikan di berbagai fora. Pada umumnya studi tentang peran TIK di dalam organisasi difokuskan pada persoalan teknis seperti bagaimana memperbaiki kinerja operasional, atau bagaimana TIK digunakan sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Kajian yang lebih luas seperti misalnya bagaimana dampak sosial dari perkembangan TIK yang sedemikian hebat selama dua dekade terakhir ini relatif masih sedikit dilakukan. Dalam lingkungan sosial yang selalu berubah, terdapat setidaknya dua faktor yang memperngaruhi perubahan sosial itu sendiri: pelaku perubahan dan mereka yang terkena dampak perubahan. Dalam kaitan ini TIK dapat berperan dalam dua posisi sekaligus, sebagai aktor (means) pengubah dan sekaligus sebagai sasaran (ends) dari perubahan yang ingin dicapai. Naskah singkat ini dimaksudkan untuk memberi gambaran hubungan sebab akibat yang diperankan oleh TIK dalam konteks perubahan sosial kemasyarakatan.
Teknologi diyakini sebagai alat pengubah. Sejarah membuktikan evolusi teknologi selalu terjadi sebagai tujuan atas hasil upaya keras para jenius yang pada gilirannya temuan teknologi tersebut diaplikasikan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas kehidupan dan selanjutnya memperoleh manfaat dari padanya. Terdapat urutan yang sistematis dalam perkembangan teknologi, diawali dengan persoalan yang diciptakan atau yang dihadapi dalam keseharian. Ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, menjadi modal utama dalam memecahkan persoalan dan menciptakan teknologi. Tahapan berikutnya, temuan teknologi ini diperkenalkan kepada masyarakat dan jika terbukti dapat membantu memudahkan aktivitas manusia kemudian memasuki tahap komersial. Mereka yang mampu memiliki teknologi menjadi penerima manfaat teknologi, sedangkan yang tidak mampu berada pada lingkaran luar penerima manafaat teknologi. Kondisi mampu dan tidak mampu dalam memiliki teknologi inilah yang menjadi penyebab awal dari kesenjangan ekonomi dan sosial. Mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang yang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin tetap miskin. Pada sisi gelap, teknologi dapat dituduh sebagai penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial.
Keadaan inilah yang kemudian memunculkan ide perlunya pemerataan pemanfaatan teknologi hingga ke masyarakat yang bila secara individu tidak mampu memilikinya. Upaya menciptakan teknologi tepat guna di sektor pertanian, perikanan, dan industri rumahan (home industry) yang berbiaya murah dan dapat diterapkan oleh mereka yang berpendidikan rendah pernah menjadi agenda nasional di berbagai belahan dunia, khususnya di kalangan negara sedang membangun. Teknologi tepat guna menjadi tidak popular lagi menyusul semakin kompleksnya tatanan sosial serta munculnya produk teknologi menengah yang dapat dibuat secara massal dan berharga murah. Efek substitusi inilah yang mematikan upaya dibangunnya teknologi tepat guna di pedesaan. Pemanfaatan bersama sumber daya teknologi menjadi solusi yang ditawarkan banyak pihak guna mengatasi keterbatasan daya beli terhadap teknologi. Termasuk dalam konsep ini adalah disediakannya angkutan massa di perkotaan atau dalam bidang layanan informasi adanya Community Access Center (CAP) dalam bentuk Warung Telekomunikasi (Wartel) dan Warung Internet (Warnet). Fakta menunjukkan bahwa anggota masyarakat tidak perlu harus memiliki teknologi untuk dapat menikmati manfaat teknologi. Dengan demikian yang penggunaan bersama sumber daya teknologi ini menjawab pernyataan mendasar, yang menjadi persoalan bukan pada kepemilikan atas teknologi tetapi akses kepada teknologi dan bagaimana masyarakat dapat seoptimal mungkin menggunakan teknologi untuk memperbaiki taraf hidupnya. Perkembangan era globalisasi ini berimbas kepada keseragaman gaya dan penampilan semua kalangan masyarakat terutama di daerah pedesaan.
Radio, televisi dan Internet mendorong terjadinya universalisasi gaya hidup dan penampilan. Jika kita perhatikan, bila semula hanya di Jakarta dan kota- kota besar lainnya saja yang terdapat restauran McDonald, Kentucky Fried Chiken, maka sekarang ini kedua restaurant tersebut sudah banyak di kota- kota sedang hingga kota kecamatan yang ramai kegiatan ekonominya. Hal yang sama terjadi pada cara berpakaian para remaja, atau usia sekolah. Model tank top ala Britney Spear, atau gaya bicara dengan logat Jakarta sudah tidak lagi menjadi milik istimewa orang perkotaan, bahkan di desa di lereng gunungpun anak – anak kecil sudah fasih berbicara gaya pemain sinetron di televisi nasional.
Perhatikan juga generasi dibawah, kalangan anak – anak usia balita hingga remaja ABG (Anak Baru Gede) model pakaian, perlengkapan yang melekat di badan, mainan yang disukai, bekal makanan yang dibawa ke sekolah, makanan kesukaan, topik pembicaraan, komik yang dibaca, dan lain sebagainya semuanya menunjukkan kemiripan baik mereka yang tinggal di kota maupun di pedesaan. Yang membedakan barangkali kualitas dan kuantitasnya saja, mereka orang tuanya tergolong mampu menggunakan pakaian, perlengkapan, mainan, makanan yang lebih berkualitas, sementara mereka yang kemampuan ekonominya lemah, dengan memiliki substitusinya saja sudah cukup gembira. Yang penting bukan pada kualitas dan kuantitas namun pada gaya dan penampilan.
Radio dan televisi juga mengubah perilaku ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga, pekerja kantoran, eksekutif perusahaan, bahkan elite politik. Ada era di mana ibu – ibu rumah tangga bersaing dengan para pembantu rumah tangga dalam membincangkan serial sinetron. Ada pula suatu masa di mana para remaja wanita harus mengubah gaya rambutnya untuk mengikuti model iklan yang tiap saat muncul di televisi. Para pekerja kantoran terpaksa meninggalkan tugasnya hanya untuk menyaksikan siaran langsung pertandingan tinju. Eksekutif bisnis harus menugaskan stafnya memonitor televisi dan radio terus menerus untuk mengetahui apakah iklan yang dipasang di media massa tersebut benar – benar ditayangkan/dudarakan sesuai dengan perjanjian. Dan kita melihat bagaimana para elite politik berlomba – lomba membangun citra diri dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik. Lalu muncullah selebritisme, suatu fenomena sosial yang menganggap bahwa mereka yang sering tampil di media massa pastilah orang yang sukses, berbobot, pakar di bidangnya, layak untuk diikuti pendapatnya maupun gayanya.

Semua Bebas Menjadi Sumber Informasi


Perubahan pertama yang dapat ditunjuk sebagai akibat perkembangan TIK adalah semua orang yang dapat menggunakan akses ke Internet bebas untuk menjadi sumber informasi. Sebagai salah satu wujud teknologi hasil konvergensi antara Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Internet menawarkan banyak kemudahan dalam berkomunikasi. Jika di masa lalu antar individu dihadapkan pada terbatasnya modal komunikasi, dengan Internet persoalan jarak, waktu, modus, dan bentuk informasi tidak lagi menjadi isu persoalan. Internet mengubungkan jutaan manusia di muka bumi ini, tanpa para komunikan perlu mengetahui keberadaaan lawan komunikasinya. Informasi dapat dikirim dan diterima dalam berbagai bentuk, suara, gambar, data, teks, maupun kombinasi dari semua itu. Melalui Internet ini pula, terbentuk komunitas maya yang berkumpul sesuai dengan minatnya masing–masing.
Para netter *demikian sering disebut* tidak lagi terbelenggu oleh keterbatasan peran sebagai pembaca informasi, tetapi pada posisi yang sama sekaligus dapat berperan sebagai sumber informasi. Setiap netter yang tergabung dalam sebuah komunitas maya dapat menuliskan apa saja buah pikirnya, termasuk yang dimaksudkan untuk menyerang pihak lain, tanpa terhalang oleh sensor ataupun editing dari pihak lain. Satu – satunya alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan informasi yang dihasilkan oleh para netter adalah komitmennya pada norma dan etika. Dikatakan demikian karena di banyak negara hukum selalu ketinggalan dalam mengantisipasi kemajuan dan kebebasan yang dialami oleh para pengguna teknologi. Meskipun demikian, di beberapa negara, kebebasan dalam mengeluarkan ide dan pikiran melalui Internet sudah mulai dirasa menganggu harmoni kehidupan sosial. Oleh karenanya dibuatlah peraturan dan perundangan guna melingdungi para pihak yang dirugikan dan menghukum mereka yang terbukti menggunakan TIK secara merugikan orang lain.
Mailing list, blog, chating, website merupakan arena komunikasi yang dimaksud di atas. Ciri utamanya adalah adanya komunikasi interaktif, di antara para netter. Di kalangan media massa perubahan ini mulai semakin nyata terlihat, peran sentral penerbit media cetak berangsur–angsur menjadi berkurang. Jika semula media cetak konvensional memegang kendali atas pemberitaan, mengatur siapa yang kontribusi opininya akan diterbitkan, mengalokasikan halaman untuk pemasangan iklan, dan mengendalikan distribusi, setelah munculnya media massa online, kondisi semacam ini tidak sepenuhnya lagi eksis. Narasumber memiliki kesempatan untuk menayangkan aktivitas dan atau idenya di website yang dikelolanya, penulis kolom tidak perlu repot lagi harus menunggu giliran tulisannya agar dimuat, agar dapat segera dibaca publik, penulis kolom dapat membuat website sendiri, atau mengirimkan tulisannya kepada milist yang diikutinya. Demikian pula pemasang iklan, rata–rata perusahaan menengah dan besar sudah memiliki website yang memuat informasi tentang produk dan atau jasa yang dipasarkan, ketergantungan kepada media massa cetak menjadi berkurang. Media cetak harus memiliki armada distribusi, yang memerlukan pengelolaan tersendiri. Hal ini tidak didapati pada media online. Kendala periodisasi dan distribusi fisik tidak terjadi karena penerbitan berita dapat dilakukan kapan saja, sementara disribusi berita berlangsung secara elektronik seketika ke segala penjuru dunia.
Internet bagaikan pisau, digunakan oleh Ibu rumah tangga baik–baik bermanfaat untuk keluarga, digunakan oleh wanita jalang menjadi sarana pamer aurat. Dampak negatif yang muncul dari pemanfaatan teknologi selalu tidak dapat terhindarkan. Persoalannya, Internet mendorong munculnya jenis–jenis kejahatan baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Selain itu cakupan dari kejahatan yang dilakukan melalui Internet sulit diukur dampak langsungnya karena jangkauan Internet yang sedemikian luas. Dalam kasus penyebaran virus I Love You misalnya, jumlah korban yang terserang hampir separo dari pengguna Internet pada waktu itu. Kerugian yang diderita korban sulit terukur besarnya, karena korban sulit teridentifikasi disebabkan lokasi tersebar di seluruh dunia. Kejahatan penipuan, pencurian nomor kartu kredit, pornografi merupakan beberapa contoh kejahatan konvensional yang menjadi lebih besar magnitude-nya karena dikerjakan dengan fasilitasi Internet. Selain itu, perusakan situs Internet, pengiriman email sampah (spam), pengiriman virus, memata – matai aktivitas seseorang (spyware), mengacaukan trafik jaringan (DDOS) merupakan contoh kejahatan baru yang muncul setelah adanya Internet. Jenis – jenis kejahatan yang dilakukan menggunakan Internet diperkirakan akan meningkat baik modus maupun kejadiannya. Dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan di Internet sangat banyak, antara lain karena antara pelaku dan korban tidak perlu berada pada ruang dan waktu yang sama, seringkali korban dan pelaku tidak saling mengenal, makin mudahnya penggunaan Internet melalui tampilan program yang user friendly, dan masih lemahnya prasarana hukum yang mengatur bidang Cyber.
Berbagai pemerintah di segenap kawasan telah mengantisipasi perubahan yang disebabkan oleh TIK. Kebijakan dan peraturan dibuat untuk memfasilitasi masyarakat warganya agar dapat seoptimal mungkin memanfaatkan TIK secara benar dan bertanggung jawab. Kebijakan dan peraturan harus diarahkan untuk mendorong makin tingginya nilai – nilai positif dari TIK, dan menekan serendah mungkin dampak negatif dari pemanfaatan TIK. Dalam konteks pembinaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian, ketentuan yang berlaku di industri jasa telekomunikasi menjadi tidak relevan apabila diterapkan begitu saja dalam pengaturan pemanfaatan TIK. Perubahan sosial selalu terjadi setiap saat secara terus menerus. Perubahan sosial tersebut terjadi karena diinginkan atau sebagai dampak dari perubahan pada sektor lain yang terkait dengan masalah sosial. Perubahan itu sendiri dapat menjadi tujuan dan sekaligus sebagai alat untuk mencapai tujuan. TIK terbukti berperan sebagai salah satu faktor pengubah tatanan sosial. Perubahan sosial yang diakibatkan oleh pemanfaatan TIK terjadi di lingkungan ekonomi, bisnis, politik, pemerintahan, dan terutama dalam pergaulan antar anggota masyarakat. Dampak dari perubahan yang bersifat positif menjadikan faktor pengubah beralih peran dari yang semula sebagai alat menjadi tujuan agar dapat dimiliki untuk mengubah kondisi pemiliknya. Implikasi dari interaksi semacam ini menuntut dukungan semua pihak terutama pemerintah agar mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk memiliki TIK menjadi berkesempatan memanfaatkannya, perubahan sosial yang terjadi dari pemanfaatan TIK dapat terkendali sehingga dampak negatifnya minimal, serta adanya perlindungan bagi pengguna TIK dari tindak kejahatan yang dilakukan sesama pengguna TIK. Netralitas dan fleksibilitas TIK menjadikan peran sosial TIK sangat tergantung pada pengendalinya. Ini merupakan beberapa contoh isu yang merupakan tantangan bagi pemerintah.