Laman

Kamis, 17 Maret 2011

Jendela Tua Penglipur Penat


          
            Kerinduan akan jendela tua penglipur penat, seperti bingkaian jika ku duduk disana, suatu tempat dimana aku biasa menghilangkan kegelisahan, kecemasan akan suasana hati yang tak menentu, namun untuk saat ini masih terhalang oleh setatus perantau demi kebutuhan hidup dan tanggung jawab untuk masa yang akan datang. Jarak dan alam yang membuatku tak bias menjumpainya, namun aku selalu merindukanmu jendela tua. Dikala waktu merestui aku yakin kita akan berjumpa kembali.
            Mungkin bukan disini, mungkin pula bukan saat ini..kata itulah salah satu alasan yang dapat sedikit menghibur diri dikala hati dan pikiran tengah meradang, diterpa problema kehidupan yang selalu tak memihak akan kehadiran cinta dan kesetiaan. Dan aku yakin tak ada seorangpun ingin disini merasakan apa yang telah kualami saat ini. Setelah tempat penglipur penat tak dapat digapai terhalang jarak, sutu tempat yang mungkin kata orang itu biasa saja namun memiliki arti yang sangat luar biasa bagi diri ini.
            Tempat berdiam diri melepaskan penat yang sedang meradang, menyejukan mata dari kelelahan dengan indahnya pemandangan hijau yang terhampar sampai sejauh mata memandang disertai hangatnya matahari terbit diupuk barat yang mampu menusuk jemari, keheningan yang terasa dapat menyejukan raga hembusan angin menghempas dahi berkerut yang sedang tak bersahaja menangung beban perasaan yang tak kunjung jua, kicauan burung turut melengkapi ksempurnaan tempat itu dikala pagi.
            Bersama waktu beriring matahari mulai bergulir yang berawal dari sun rise sekarang sudah menjelang sun set disertai awan senja yang semakin indah dihiasi pelangi dan hujan rintik pun mulai ikut berpartisipasi seperti suara tepukan manusia yang berisi menyemangiku, aku masih setia disitu menghabiskan waktu bersama tempat itu. Hanya ketika panggilan tuhan saja yang menggetarkan jiwa (lantunan adzan) seakan membuatku kerdil dihadapan-Nya, yang mampu membuatku beranjak sejenak dari tempat itu, menunaikan kewajiban dan memohon ampun akan dosa yang telah diperbuat.
            Siang dan Hujan mulai lelah menemaniku, berganti dengan suasana malam yang tak kalah menarik, suara binatang kecil saling bersautan, sinar binar cahaya kuning keemas-emasan dari kunang-kunang turut menghiburku. Sambil kembali membayangkan cerita indah dan pahit yang sulit untuk dilupakan. Ketika kata yang pernah terucap mulai terabaikan, ketika cinta yang dulu pernah kita puja, ketika hati yang dulu pernah kita rasa dan ketika janji setia yang pernah kita ikrarkan besama dulu dinodai oleh dusta yang kau lakukan dan kini semuanya telah berlalu. menghancurkan tunas-tunas cinta yang sedang tumbuh, menghapus kenangan indah yang sempat terukir tentang aku dan kau.
            Terhanyut aku dalam lamunan dan suasana malam yang semakin larut itu, sampai tak sadarkan diri tertidur lelap disana dilantai atas tepat dikamarku di depan jendela tua penglipur penat, sampai ku terbangunkan kembali oleh suara kokokan ayam jantan menandakan pagi, terhanyutlah sudah semua masalah diri terbawa oleh lelapnya mimpi dimalam tadi disertai penomena dari jendela tua penglipur penat yang mampu mengugah diri menujukan bahwa masih banyak ribuan hari esok yang harus dilalui, karna hidup hanya sekali terlalu bodoh jika harus berhenti sampai disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar