Disusun Oleh Toni Tanamal
Rangkuman dari buku Ilmu Sosial Dasar.Dr. H. Hartomo, Dra. Arnicun Aziz
Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Menurut pendapat Dr. A. Lysen, kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai perseorangan. Kesimpulan dari individu, bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Ada tiga aspek yang saling mempengaruhi apabila salah satu aspek mengalami kegoncangan akan membawa akibat kepada aspek yang laiinya yakni, aspek organik - jasmaniah, aspek psikis – rohaniah dan aspek kebersamaan. Aspek tersebut merupaka persepsi terhadap indipidu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya yang merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan. Keluarga, Ada beberapa pandangan atau angapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarh\ga itu terbentuk karena adanya perkawinan antara pria dan wanita. Bahwa perkawinan yang dimaksud adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada golongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri. Namun hidup seksual itu tidak abadi sebab seksualitas manusia akan mati sebelum manusia itu sendiri mati. Hal ini kurang realistis, oleh karena itu apabial akeluarga dibangun atas daar hidup seksual, maka keluarga itu akan lebih goyah terus dan akan segera pecah setelah kehdupan seksualitas suami isti hilan.
Lain halnya dengan pendapat Alde bahwa mahligai itu dibangun berdasarkan pada hasrat dan nafsu berkuasa. Namun ini juga tidak realistis sebeb menurut nalar keluarga yang dibangun diatas dasar nafsu menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yamng dicita-citakan adalah keluarga yang bahagia sejahtera. Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga social sebagai hasil faktor-faktor oliti, ekonomi dan lingkungan. Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan bekehendak besana-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing- masing anggotanya.
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sam-sama di taati dalam lingkungannya. Ada beberapa pendapat dari bberapa tokoh bahwa Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan social terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok – kelompok lebih baik atau subkelompok. Kemudian pendapat dari Prof. M.M Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangn dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Dalam pertumbuhan dan perkembangn suatu masyarakat dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhan dan masyarakat maju/modern.
Masyarkat sederhana, dalam lingkingan masyarakat sederhana boleh dibilang primitive pola pembagian pekerjaan cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tabtangan-tantangan alam yang buas pada saat itu. Denag latar belakang seperti itu, jelas bahwa antara sang suami dengan sang istri, dan antara suami istri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat diterima oleh satu sama lain.
Masyarakat maju, masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok social, atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tuuan tertentu yang akan dicapai. Dalm lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
Masyrakat non industri secara garis besar, kelompok mayarakat non industri dapat di golongan menjadi kelompok primer dan sekunder :
Kelompok primer, Secara garis besar depinisi dari kelompok ini, interaksi antara anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab, sebab para anggota kelompok sering bedialog dan bertatp muka. Sifat interaksi dari kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpatik. Pembagian pekerjaan dalam kelompok inipun lebih dititik beratkan pada kesadaran dengan tidak secara paksa dan berlangsung atas dasar sukarela.
Kelmpok sekunder, antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungantak langsung, formal, juga kurng bersifat kekeluargaanoleh karena itu, sifat interaksi dan pembagian kerja antar anggota kelompok diatur atas dasar perimbangan-pertimbangan rasional, obyektif. Para anggota menerima pembagian pekrjaan atau tugas berdasarkan kemampuan dan keahlian tertentu di samping ditintut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program yang telah sama-sama disepakati.
Masyarakat Industri, Durkheim menggunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mengklarisifikasikan masyarakat sesuai dengan araf perkembngannya.akan tetapi ia lebih cenderung menggunakan dua taraf klarifikasi, yaitu klarifikasi yang sederhana dan karifikasi kompleks dan masyarakat yang berada ditengah kedua ekstern tadi diabaikannya.(Soerjono Soekanto, 1982 ; 190).
Laju peryumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata, majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagia kerja, pekerjaanmenjadi tan\mbah rumit dan terlalu khusus akibatnya terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerjaberkeinginan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah membentuk serikat-serikat kerja/serikat buruh. Namun akumulasi ketikdak puasan buruh menjadi bertambah, karena kaun industrial maengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin. Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi luntur, kebanggan memiliki keterampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikin, pembagian kerja semakin timpang dan tidak adil.