Disusun Oleh Toni Tanamal
Kreativitas bangsa ini juga patut dipertanyakan. Andai saja bangsa ini mau berusaha, tentu akan lahir karya yang mencerminkan bangsa ini. Misalnya dengan membuat komik, sinetron, buku dan novel, atau bahkan video game yang mengangkat salah satu tokoh nasional. Proses kreatif seperti itu setidaknya mengubur habis anggapan bahwa nilai kebudayaan hanya dijadikan sebagai materi dan ilmu yang ada dalam buku-buku sejarah. Selain itu, jangan sampai tokoh luar negeri diangkat dan dipuja-puja layaknya pahlawan bagi negeri ini. Sebuah kebudayaan dalam kelahiran dan perkembangannya, selalu berkutat pada masalah apresiasi masyarakat dan pelestariannya. Sedangkan, membicarakan dua masalah tersebut akan mengakar pada satu masalah pokok yaitu waktu. Waktu dalam dimensi kebudayaan, sesungguhnya mempunyai dua arti penting. Pertama, kebudayaan bisa menjadi lebih baik karena para penganutnya memperlakukan kebudayaan tersebut sebagai sebuah barang berharga yang harus dijaga dan dilestarikan. Kedua, biasa saja kebudayaan tersebut hanya akan menjadi bahan ajar dalam buku sejarah, artinya kebudayaan tersebut hilang tergilas zaman.
Perkembangan zaman yang berkedok modernisasi mau tidak mau akan berbenturan pada kebudayaan yang lahir sebelum manusia modern mengenalnya. Hal ini dapat kita lihat dalam kebudayaan tradisional kita. Kebudayaan yang oleh penghayatnya masih dipandang sebagai kebudayaan spiritual dan kebudayaan filosofis.Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat kita, yakni perubahan dari mental simpatik menjadi antipatif, dari nilai-nilai yang dihayati menjadi sebuah beban perkembangan zaman. Inilah menurut saya mahluk modern yang menamakan dirinya globalisasi.Lebih mengkhawatirkan lagi, kebudayaan kita cenderung mengarah kepada budaya-budaya yang datangnya dari luar, entah itu baik atau buruk yang penting dapat dianggap sebagai manusia modern yang menjunjung globalisasi. Misalnya saja, setiap hari kita disuguhi tayangan TV yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran TV internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia Indovision atua apalah jenis yang lainnya. Nah yang menjadi pertanyaan adakah kesenian atau budaya kita yang nampak ? Anak-anak lebih senang disuguhi heroisme kesatria Madangkara atau lebih memilih film-film seperti Doraemon antau Upin Ipin dan lain sebagainya? Coba anda renungkan dan tanyakan !!
Fakta yang demikian memberikan bukti bahwa negara-negara lain lebih berhasil memasarkan budaya mereka sendiri dibanding negara kita. Coba kita tanya balik, adakah masyarakat luar misalnya Amerika yang kecanduan menyanyi jaipong, berkawih Jawa atau memiliki miniatur–miniatur salah satu raja dijaman sejarah kita ”heh..tau juga tidak kata mereka..”, justru malah bangsa kita yang menelan mentah-mentah budaya mereka. Lalu dimanakah kebudayaan Indonesia berada? Apakah hanya di buku sejarah? Apakah benar telah hilang digilas zaman? Peristiwa transformasi seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian dan nilai kebudayaan kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khazanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat bangsa lain maju dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita harusnya memanfaatkan potensi yang ada, misalnya sebagai negara yang pandai-pandai melestarikan budaya. Menunjukan pada dunia bahwa inilah Indonesia yang dihuni atau memiliki keanekaragaman sejarah kebudayaan. Apakah kita bangga jika itu benar-benar terjadi? Apakah kita tak ingin melihat kebudayaan kita di sukai orang lain? melihat bangsa lain kecanduan dengan karya yang diciptakan oleh anak-anak bangsa dengan mengambil tema dari sejarah kebudayaan bangsa negaranya sendiri. Jika kondisi demikian masih berlanjut, bukan hal gak mungkin anak cucu kita akan kehilangan identitas bangsanya sendiri. Saya hanya berharap ada orang Indonesia yang meniru negara lain dalam memasarkan budayanya dikancah internasional. Misalnya membuat Game Real Time Strategy (RTS) yang mengisahkan kerajaan-kerajaan nusantara misalnya kerajaan Mataram, Pajajaran dan Majapahit. ikuti alur cerita fakta sejarahnya saja… Jika bangsa amerika bangga dengan game bergaya modern kita perkenalkan kebudayaan tradisional lewat “muka” modern. Jika itu dapat terwujud ..WaW itu sangat mengagumkan..!!
Satu lagi, jika Jepang punya budaya kuat dalam dunia komik misalnya Naruto. Kita sebenarnya bisa membuat komik dengan latar budaya kita sendiri. Anak-anak selalu berkilah bahwa Naruto mempunyai gaya bercerita dan spesifik kekuatan yang unik..Itu semua dilihat dari segi anak-anak, dan tidak hanya itu saja banyak contoh yang lainnya contoh ini tidak hanya melibatkan anak-anak tapi orang dewasa sampai boleh dibilang orang tua ikut andil dalam hal ini. Seperti kebanyakan orang indonesia yang mengkoleksi miniatur dari bebegai jenis serial kesatria atau kartun dengan berbagai seri dan semua itu tak murah harganya bahkan sampai ada yang rela memesan langsung miniatur yang diinginkan untuk melengkapi koleksi-koleksinya, kenapa anak-anak bangsa kita tak berpikir sejauh orang-orang luar? Diharapkan siy.. Ya,,, kita biasa jawab juga bahwa orang-orang jaman sejarah Indonesia juga sakti-sakti. Bisa kita bayangkan ada komik yang mengangkat seluk beluk kisah salah satu kerajaan di negara kita, atau membuat miniatur raja-raja yng pernah berkuasa dijamannya. Itu sangat amat berguna sekali apalagi bagi anak-anak agar mereka tidak buta akan sejarah negaranya sendiri, untuk dijadikan sebagai koleksi juga bagus itu termasuk menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah kebudayaan bermanpaat pula untuk menambah wawasan tentang sejarahnya. Jika hal ini dilakukan, hal-hal yang berbau modern tidak lagi dianggap “beban”, tetapi sebagai alat untuk melestarikan dan mendampingi kesenian tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar